Senin, 23 Februari 2009

Umar bin Abdul Aziz: Pemimpin yang Kita Rindukan


"Saya tidak begitu heran melihat petapa yang meninggalkan kesenagan duniawi agar hanya dapat menyembah Tuhan. Tapi saya sungguh kagum menyaksikan seorang pemilik kesenangan duniawi yang tinggal meraih dari telapak kakinya, tapi ia malah menutup matanya rapat-rapat dan hidup di dalam kesalehan, Setelah Yesus, jika ada orang yang mampu menghidupkan kembali orang mati, dia itulah orangnya."

Itulah kira-kira komentar Raja Bizantium (Romawi Timur) dalam suasan duka saat menerima kabar wafatnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 719 M.

Bisa jadi komentar tersebut terasa belebihan, apalagi jika diucapkan oleh seseorang yang baru ditinggal mati sahabatnya. Yang jelas, Umar hanya meninggalkan 17 dinar saat ia wafat. itu pun dengan wasiat agar sebagiannya digunakan untuk membayar sewa rumah tempatnya meninggal, dan sebagian lagi untuk membeli tanah pemakamannya. Umar wafat pada usia 36 di Darus SIman, dekat Hims.

Namanya adalah Umar Bin Abdul Aziz atau Umar II (Umar I adalah kakek buyutnya sendiri dari pihak ibunya, Umar bin Khattab), lahir di Halwan, Mesir tahun 63 Hijriah atau 682 Masehi dan wafat bulan Februari 720 M. Anak dari Gubernur Mesir, Abdul Aziz ini selain dikenal kesalehanya, juga masyhur lantaran kesederhanaannya. Makananya tak lebih baik dari manakan rakyat jelata. Ia tak membangun rumah pribadi dan hanya membelanjakan 2 dirham sehari. Ia juga menyerahkan istana untuk ditinggali keluarga Sulaiman bin Abdul Malik khalifah sebelumnya. Ia juga menolak pengawalan, dengan membubarkan 600 pengawal pribadi khalifah. Sebelum menjabat khalifah, harta pribadinya menghasilkan pendapatan 50.000 per tahun. Namaun segera ia lelang dan ia serahkan ke Baitul Mal saat ia terpilih menjadi Khalifah. AKibatnya pendapatanya merosot menjadi 200 dinar pertahun.

Umar dikenal paling anti dengan hadiah. SUatu hari seseorang menghadiahkan sekeranjang apelke padanya. Umar menolaknya. Orang tersebut lalu memberikan contoh Nabi yang mau menerima hadiah., Nmaun kata Umar," Tidak diragukan lagi, hadiah itu memang untuk Nabi. kalau diberikan kepadaku itu namanya suap."

Keluarga kerajaan , yang biasanya hidup mewah atas biaya rakyat, sudah tentu tidak suka dengan kebijkan Umar. Meraka protes atas pengembalian harta yang telah mereka kuasai kepada negara, atau kepada yang berhak, yang dahulu diambil secra paksa. Mereka juga protes , karena Umar memecat anggota keluarga Umaiyah yang terbukti tidak pecus jadi aparat negara.

Dalam salah satu suratnya yang dialamatkan kepada Gubernur Kufah, Umar mendesaknya agar menghapus semua peraturan tidak adil, Ia menulis:
"Anda harus mengetahui, agama dapat terpelihara baik, jika terdapat keadilan dan kebajikan. jangan remehkan segala dosa: jangan coba mengurangi apa yang menjadi hak rakyat: jangan paksakan rakyat melakukan sesuatu di luar batas kemampuan mereka. Ambilah drai mereka apa yang dapat mereka berikan. Lakukan apa saja untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Jangan menerima hadiah pada hari-hari besar..."

Dalam kisah lain diceritakan, Umar juga tampak kaget ketika menerima kabar bahwa salah satu putranya membeli permata yang mahal sekali, Umar pun segera menulis surat: "aku dengar kamu membeli sebutir permata seharga 1.000 dirham. Jika surat ini smapai, juallah cincin itu dan beri makanlah 1.000 orang miskin. Lalu buatlah cincin dari besi China, lalu tulis di situ: "Allah mengasihi orang yang tahu harga dirinya yang sebenarnya."

Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menceritakan kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini. Kisah-kisah yang semakin kita baca semakin kita sedih akan kerinduan kita terhadap pemimpin sepertinya. Di tengah-tengah ramainya orang mempromosikan dirinya layak sebagai pengusa dan pemangku jabatan menjelang Pemilu April nanti. Kebijakan Umar merupakan penegasan apa yang kita sebut sekarang dengan Good governace & clean government. Adakah dari sekian banyak orang yang memajang foto dirinya untuk dipilih sebagai pengusa memberikan impian dan mengobati kerinduan ini?taq/ass

0 komentar:

Posting Komentar