Kamis, 02 April 2009

Sekilas tentang Gajah Kalimantan - One of all The Biodiversity in East Borneo


Posted by Pratama On 11:06

Mungkin banyak yang belum tau tentang keberadaan Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), biasa disebut Borneo 'pygmy' Elephant atau Gajah 'kerdil' Kalimantan..
Salah satu hewan endemik di pulau Kalimantan (karena memang secara genetis berbeda dengan sodara-sodaranya di Sumatera), khususnya Kalimantan Timur ini patut dilestarikan. Saat ini keberadaannya sudah dianggap hama oleh masyarakat. Kalo dibiarkan ini akan menjadi masalah yang besar. Baik kepada manusia itu sendiri, maupun terhadap keberadaan gajah ini. Met membaca..Finally, conservation messages: Save Borneo Pygmy Elephant after too Late..!!

Pendahuluan
Gajah termasuk dalam Bangsa : Proboscidae, Famili : Elephantidae, Genus : Elephas, Species : Elephas maximus lineaus. Ada 2 spesies gajah yaitu Gajah Afrika (Loxodonta Africana) dan Gajah Asia (Loxodonta Asia). Gajah Asia terbagi lagi menjadi 5 spesias yaitu Elephas maximus indicus di India, Elephas maximus ceylonicus di Srilanka, Elephas maximus hirsutus, Elephas maximus sumatrana dan Elephas maximus borneensis. Gajah Asia mempunyai cirri-ciri yaitu postur lebih bulat, kaki relatif lebih pendek, daun telinga relatif lebih kecil, bentuk kepala ada lekukan di tengah, temporary glands aktif hanya pada jantan ketika breeding season, perangai lebih kalem, tetapi ketika sedang masa birahi sangat berbahaya. Fungsi belalai gajah adalah sebagai jari tangan. Gajah Asia mempunyai satu telunjuk dengan berat 3 – 5 ton. Gajah asia memiliki tinggi mencapai 6 – 10 feet dengan point tertinggi pada daerah kepala. Gajah asia mempunyai ukuran daun telinga relative lebih kecil.

Gajah Asia, Elephas maximus, tersebar di daratan Asia dari India ke semenanjung Malaya serta di Pulau Sumatera dan Klaimantan (Borneo). Di Pulau Kalimantan (Borneo), gajah hanya dijumpai di bagian timur dan selatan Sabah serta di bagian paling utara Pulau Kalimantan Timurmenjelaskan mengenai penyebaran gajah yang terbatas di pulau Borneo.

Dulunya orang menganggap bahwa gajah di Borneo bukan populasi asli, melainkan dimasukkan (diintroduksi) ke kawasan ini sekitar 300 tahun yang silam. Namun, setelah dilakukan uji genetika melalui uji DNA, terbukti bahwa gajah Borneo secara nyata (signifikan) berbeda dengan gajah lainnya di Asia maupun Afrika. Ditemukan pula bukti-bukti bahwa gajah Kalimantan (Borneo) sudah terpisah dari populasi gajah lain di daratan Asia dan Sumatera sekitar 300.000 tahun silam. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa gajah-gajah tersebut asli dari Borneo. Gajah Borneo saat ini duga kuat sebagai sub-spesies terpisah yang dikenal sebagai Elephas maximus borneensis. Lebih populer dengan sebutan Gajah Kerdil Borneo (“Bornean Pygmy Elephant”).

Fakta bahwa gajah Borneo merupakan sub-spesies yang nyata endemik Borneo, menjadikan jenis ini sebagai prioritas penting untuk program pelestarian (konservasi). Populasi gajah di bagian utara Kalimantan Timur tidaklah terlalu besar, namun sangat penting artinya bagi ilmu pengetahuan dan program pelestarian. Kawasan Kalimantan Utara ini adalah bagian dari daerah jelajah alami mereka. Sementara itu, kualitas habitat gajah di Wilayah Indonesia (Bagian Utara Kalimantan Timur) dan daerah Sabah telah mengalami menurun secara signifikan dalam dekade terakhir ini.

Keberadaan Gajah
Di Pulau Borneo, khususnya wilayah Indonesia, gajah hanya terdapat di bagian paling utara Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan ini terletak di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan, berbatasan dengan Negara bagian Sabah, Malaysia, terutama di wilayah Kecamatan Sebuku dan sekitarnya. Sungai-sungai utama di Kabupaten Nunukan adalah Sungai Sebuku dan Sungai Sembakung, keduanya memiliki daerah aliran yang cukup panjang mulai dari bagian barat sampai pegunungan sebelah utara menuju ke laut. Sebaran Gajah Kalimantan hampir seluruhnya terbatas pada daerah aliran Sungai Sebuku. Hanya kadang-kadang gajah soliter (bersifat menyendiri) mencapai wilayah Kecamatan Sembakung.

Habitat Gajah
Habitat utama Gajah Kalimantan meliputi Hutan Dipterocarpa Dataran Rendah, Hutan Dipterocarpa Perbukitan, Hutan Tepian-sungai, Hutan Ek Pegunungan Rendah dan Hutan Rawa.

Penyebaran Gajah
Salah satu hasil penemuan utama selama survey gajah terbaru (Juli, Agustus, September 2006) oleh tim WWF Indonesia, BKSDA Kaltim, Pemerintah Kecamatan Sebuku dan masyarakat setempat mengindikasikan bahwa pembedaan harus dibuat antara daerah/habitat yang digunakan oleh sekawanan gajah, dan habitat yang hanya digunakan oleh gajah-gajah soliter. Kawasan yang dikuasai oleh kawanan gajah yang mengembara relative terbatas, sementara kawasan yang sering atau sesekali dikunjungi oleh gajah soliter jauh lebih luas.

1. Penyebaran kawanan (kelompok) gajah. Habitat utama untuk kawanan gajah adalah di daerah aliran Sungai Agison dan Sungai Sebuda di bagian barat dan Sungai Apan dan Tampilon di sebelah timur. Kawanan gajah lebih sering terlihat di bagian hulu daerah aliran Sungai Agison, dan lebih jarang terlihat di bagian tengah dan hilir. Gajah menggunakan sepanjang daerah hulu Agison ke perbatasan Sabah dan ke bawah. Lembah sungai Sibuda dan anak sungai-anak sungainya kemungkinan menjadi daerah yang sering didatangi oleh kawanan gajah. Kawanan gajah jarang ada di bagian tengah daerah aliran Sungai Apan dan Tampilon. Disebutkan bahwa jumlah gajah-gajah dan kawanannya lebih sedikit di sini dibandingkan dengan di daerah Agison dan Sibuda. Range yang lebih panjang di bagian selatan untuk kawanan gajah mencapai sekitar 5 km ke sebelah utara Sungai Tulid.

2. Penyebaran gajah soliter (penyendiri). Gajah-gajah soliter adalah gajah yang berkeliling tanpa kawanan tetapi hanya sendirian atau sesekali bersama-sama dengan kawan sesama jenis kelamin. Gajah-gajah soliter ini hampir selalu jantan. Mereka bisa saja merupakan gajah dewasa muda yang tidak diperbolehkan mengikuti kawanan dan yang sudah keluar dari kelompoknya, atau jantan dewasa yang mungkin bergabung dengan kawanan selama musim kawin dan mencoba untuk kawin dengan gajah betina dewasa. Kisaran jelajah dari gajah-gajah soliter lebih luas daripada yang berkolompok (kawanan) dan mereka secara periodik pergi ke daerah yang sebelumnya hampir tidak didatangi oleh gajah lainnya. Hal ini menimbulkan kebingungan tentang penyebaran gajah di daerah Sebuku. Sehingga penting sekali membuat pembedaan antara kisaran jelajah tempat tinggal permanen kawanan gajah dan kawasan yang kadang-kadang dikunjungi oleh jantan-jantan soliter. Yang paling penting adalah area luas di sebelah selatan yang digunakan oleh gajah-gajah soliter, tempat mereka berjalan jauh dari habitat inti kawanan lainnya.

Perkiraan Populasi Gajah di Daerah Sebuku
Hingga saat ini, masih sangat sukar membuat perkiraan yang tepat mengenai jumlah gajah di daerah Sebuku. Sejauh ini, penghitungan langsung individu gajah dalam kawanannya sangat sedikit dilakukan, dan kawanan gajah selalu bergerak setiap waktu, baik dalam daerah Sebuku maupun di antara Sabah bagian selatan dan bagian hulu Sebuku. Populasi dalam semua kawasan beragam sepanjang tahun. Perkiraan awal mengindikasikan jumlah gajah mencapai 50– 65 ekor di daerah Sebuku.
Gajah jantan soliter yang mengembara lebih sering terlihat daripada kawanan gajah, karena mereka sering memasuki kawasan yang secara intensif dipakai oleh manusia. Jumlah total jantan soliter ini tidak terlalu tinggi, paling banyak mencapai 10 – 20 ekor. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan jumlah gajah bertambah. Ini didasarkan pada fakta bahwa gajah jantan soliter akhir-akhir ini sering terlihat di bagian selatan daerah Sebuku dibanding sebelumnya.

Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap Gajah
Secara umum dapat dikelompokkan bahwa jenis penggunaan lahan meliputi : kegiatan penebangan hutan (baik legal maupun illegal), pembukaan lahan untuk perkebunan (terutama sawit), dan untuk pertanian dalam arti luas.

Isu konservasi
Sedikitnya ada tiga isu pokok dibidang konservasi yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan terjadinya konflik antara gajah dengan manusia, yaitu:

1. Kehilangan habitat. Konversi hutan menjadi kebun sawit atau perkebunan lain kemungkinan besar akan menjadi ancaman utama bagi populasi gajah di Sebuku. Sejauh ini, memang belum ada habitat inti kawanan gajah di utara yang terkonversi, tapi rencana untuk itu ada. Konversi terhadap habitat-habitat ini akan berakibat kerusakan ekosistem secara keseluruhan, termasuk sumber air penting di Sebuku. Hal itu akan menciptakan masalah besar dengan kawanan gajah yang akan mengganggu perkebunan-perkebunan baru, atau mereka malah bisa musnah dari wilayah Kalimantan. Perencanaan tata guna lahan yang sesuai dengan mengakui habitat gajah dan fungsi ekologisnya dan membiarkannya tetap berhutan, pada jangka panjang akan menguntungkan banyak pihak.

2. Konflik gajah-manusia. Beberapa bagian dari habitat yang secara periodik digunakan oleh gajah-gajah soliter telah dikonversi menjadi bentuk lain penggunaan lahan. Hal ini mengakibatkan hancurnya habitat mereka dan kekacauan pada rute perjalanan mereka. Konflik dengan manusia sudah mulai terjadi. Gajah telah menyerang kebun sawit dan tanaman milik masyarakat lokal. Pada beberapa kasus, infrastruktur sudah dirusak. Gangguan lebih jauh bisa jadi meningkat apabila mereka dipaksa keluar area atau bahkan dibunuh. Gajah-gajah jantan soliter sejauh ini belum menunjukkan tingkah laku yang agresif, tapi ini bisa berubah apabila mereka berada dalam tekanan.

3. Penebangan hutan. Kawanan Gajah masih dapat hidup dalam hutan yang sudah ditebangi, sepanjang masih tersedia ruang untuk mereka bergerak dan masih cukup tersedia sumber makanan. Kegiatan penebangan bisa harmonis dengan konservasi gajah jika dipraktekkan secara benar. Contohnya di Sabah, HPH dapat hidup berdampingan dengan kawanan gajah dan saling memberi manfaat.
Gajah Kalimantan merupakan Spesies yang memiliki keunikan dan apabila dikelola dengan baik merupakan daya tarik sendiri yang dapat menambah pendapatan Asli Daerah sebagai kegiatan ekowisata. Gajah merupakan Satwa Liar yang Dilindungi berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistem dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Menjaga keanekaragaman hayati berarti menjaga keberlangsungan hidup manusia, untuk hari ini, esok dan seterusnya.
(WWF Indonesia – BKSDA Kaltim)


Written by Edo Surya
Thursday, 17 May 2007

Sumber : http://www.skma.org/index.php?option=com_content&task=view&id=160&Itemid=174

0 komentar:

Posting Komentar