Minggu, 29 Maret 2009

Arti Sahabat

Kamu tau arti sahabat, apa berbedaanya dengan teman ?

Sahabat adalah orang yang paling dipercaya, yang bisa diajak cerita tentang masalah kita, yang ada di saat kita butuh atau bahkan saat kita tidak butuhpun sahabat ada disamping kita untuk menemani kita. Seorang sahabat sejati sulit sekali untuk kita cari atau kita jumpai, karena mencari sabat sejati itu memang bener-bener sangat sulit.

Teman adalah seseorang yang kita kenal dan seseorang yang bisa kita jumpai disaat tertentu atau tidak selamanya kita jumpai. Mencari teman itu mudah bahkan sangat mudah, kita cuma menemui orang yang tidak kita kenal, lalu mengajaknya kenalan, ketika sudah kenal maka ia sudah bisa kita anggap sebagai teman.



Sahabat adalah seseorang yang kalau kita lagi sedih ia bisa membuat kita tersenyum sementara ketika kita senang dia akan lebih senang dari kita. Yap, rasanya nggak terlalau berlebihan kalau keberadaan seorang sahabat emang sangat istimewa, Ia menjadi zat penting yang memberi warna dalam kehidupan kita. So, punya sahabat bukan lagi sebuah keharusan melainkan kebutuhan, pasti anda setuju bukan? Nah buat kamu yang sampai detik ini belum menemukan seseorang yang cocok intuk menjadikan sahabat, coba deh lebih keras lagi berusaha mencarinya. Punya sahabat itu ga ada ruginya, malah akan lebih banyak rezeki he…, sebab sekali lagi sahabat membuat hari-hari anda akan lebih hidup dan bermakna. Ga percaya, kalo gitu coba deh baca point-point berikut, dijamin kamu akan termotivasi untuk mencari sebanyak-banyaknya. Itu pun kalau kamu bisa menyimaknya bukan sekadang baca doang.

Sahabat itu teman curhat, ngga ada istialh stress ketika dirundung masalah, seberat apapun masalah itu kalau kita punya sahabat. Dalam hal ini sahabat bisa menjadi tempat berbagi cerita, teman curhat, yang nyaman. Kita bisa ngungkapin semua perasaan kita selain kepada keluarga (kalau jauh dari keluarga) atau pacar (sebaiknya jangan) yaitu kepada sahabat kita. Sahabat itu adalah dewa penolong. Butuh bantuan, butuh pertolongan kenapa engga lari ke sahabat. Siapa tau dia bisa bantu, bisa kasih solusi, atau paling tidak sekedar opini. Tapi bukan berarti setiap masalah harus lari ke sahabat, yang paling baik dan utama adalah dengan menyelesaikannya dengan sendiri, baru ke keluarga terus orang terdekat yaitu sahabat dan tidak lupa minta kepada yang di atas. Belajar mandiri ceritanya.

Sahabat itu orang yang yambung diajak ngobrol, enak diajak diskusi, teman berbincang yang menyenangkan dan semua itu akan tercapai manakala kamu bisa saling mengenal kepribadiannnya masing-masing (takut orangnya suka ngomongin rahasia orang, gawat men…), Sahabat itu orang yang dengan kelapangan hatinya bisa mengerti kita, dengan keterbukaan tangannya bisa menerima kita apa adanya, tanpa pernah berusaha mempengaruhi apalagi mengubah keadaan kita.

Sahabat itu cermin bagi diri kita, rujukan tempat kita mengekspresikan diri. Sahabat itu seperti tubuh, bila tubuh kita salah satu sakit, maka yang lain akan merasa sakit. Misalnya kalau kaki kita terantuk batu, pasti dengan mulut refleks akan bilang “aduh”, tangan langsung mengusap dan mengobatinya, tanpa diminta dan tanpa disuruh, begitu juga seorang sahabat dia akan punya kesadaran diri kalau sahabatnya sedang dalam kesulitan, dan itu dilakukan atas dasar keikhlasan bukan paksaan apalagi pamrih, ya seperti tubuh kita yang sakit tadi.

Kalau begitu, siapa sahabat kamu?

Sumber : http://supono.wordpress.com/2007/09/06/arti-sahabat/

Senin, 23 Maret 2009

Bikin Forum Gratis.... MAU???


ada berita baru lagi.. nich tentang forum.. heheh
di bilang baru juga nggak sich tapi klo di bilang baru tau lebih tepat kali yeee.

jadi gini nich ceritanya.. kamu-kamu pasti dach pada tau kan tentang forum dunia maya.. semisal yogyafree,echo,jasakom or lain2 nach dari situ kamu pernah kepikiran gaks gimana sich cara bikinnnya or kepengen bikin forum sendiri gimana yach caranya......??

sedikit bagi info aja buat temen2 yang belum tau sekarang kalian semua bisa bikin forum gratistististisssssssss ... dimana bikinnya ???
nich ada beberapa penyedia forum gratis buat kamu....


http://www.forumotion.com

http://ipbfree.com

or klo kepengen install forum di webhost sendiri kamu bisa pake

smf forum, phpbb,dll

chaiyo selamat nyoba...

Kamis, 12 Maret 2009

Pengingat Sholat di Mozilla Firefox, Pray Times!

Pray Times! Firefox

Bagi anda yang sering browsing (menjelajahi) dunia maya bersama Mozilla Firefox, maka jika tidak ada yang mengingatkan, bisa saja lupa jika waktu sholat telah masuk. Diantara keunggulan Firefox adalah dukungan Add-ons (fungsi tambahan) yang sangat banyak. Salah satunya adalah pengingat sholat.

Salah satu add-ons yang cukup bermanfaat adalah Pray Times!, pengingat sholat untuk Firefox.


pray-times

Pray Times! menggunakan algoritma perhitungan yang mirip (kemungkinan sama) dengan aplikasi pengingat sholat lainnya, seperti Shollu, Azan Times dan lainnya. Sehingga jika sudah pernah menggunakan Shollu, maka terlihat waktunya hampir sama.

Apa saja fitur Pray Times!

  • Berbagai metode perhitungan waktu sholat
  • Informasi waktu menjelang waktu sholat
  • Otomatis menyuarakan azan atau audio lain ketika waktu tiba
  • Mendukung berbagai tempat di belahan dunia
  • Perhitungan lokal ( tidak perlu koneksi internet)
  • Tampilan informasi waktu sholat ketika menggerakkan mouse di area Pray Times!
  • Tidak terbatas Sistem Operasi yang digunakan, asal menggunakan web browser Mozilla Firefox
  • Berbagai opsi (perhitungan) lain yang bisa dimasukkan secara manual
  • Tersedia jadwan waktu sholat bulanan

Cara Installasi

  1. Buka alamat URL Pray Times!
  2. Klik “Add to Firefox”.
    add-to-firefox
  3. Dan jika browser yang digunakan adalah Firefox, maka otomatis akan langsung menginstall add-on ini, dengan tampil konfirmasi seperti berikut:
    install-plugins
  4. Klik saja Install Now. Agar melihat efeknya maka firefox harus di tutup dan dibuka kembali.

Download dan Installasi secara manual

Jika kita tidak ingin langsung menginstall dari brower firefox (mungkin untuk di install di rumah, browser eman, komputer lain dan sebagainya), maka kita dapat download add-on ini secara terpisah.

Download file add-on

  1. Gunakan browser selain firefox, misalnya Chrome, IE, Safari, Operas dll.
  2. Buka link diatas, Pray Times!
  3. Klik saja “Add to Firefox”, maka akan di download file pray_times!-1.1.3-fx.xpi
  4. Simpan file ini di komputer.

Installasi add-on secara manual :

  1. Buka browser Firefox
  2. Pilih menu File > Open File, dan cari file tadi (pray_times!-1.1.3-fx.xpi)
  3. Klik Open, maka akan dilanjutkan dengan proses installasi Pray Times!

pray-times-calculations

Di bagian pojok kanan Browser Firefox akan terlihat waktu sholat. Untuk mengatur, silahkan klik kanan dan pilih Opstions. File azan yang disertakan hanya sample saja, jadi hanya terdengar suara Takbir adzan. Untuk download file-file adzan lainnya, bisa download dari http://tanzil.info/praytime/audio/

Selain dengan Pray Times!, Pengingat Sholat untuk windows bisa menggunakan Shollu, sedangkan untuk handphone (HP) dan gadget lain yang mendukung java, bisa menggunakan Azan Times.


tagged from http://ebsoft.web.id

Selasa, 10 Maret 2009

Tidak Sampai Aku Pada-Mu

Aforisme: Benny Benke

Tidak akan pernah sampai aku padaMu. Bahkan ketika Kau berbicara lewat bahasa yang paling sederhana sekalipun, aku kesulitan membaca apalagi mengerti apa mauMu. Apalagi jika Kau menyapaku lewat tragedi yang kerap membuat lintang pukang akal budi dan karut marut tatanan taman hati ini. Betapa memprihatinkannya diriku jika mengingat betapa tidak akan pernah sampai aku padaMu. Bahkan ketika Kau berbicara lewat bahasa yang paling sederhana sekalipun.

Kemarin, saudaraku, kemarin. Baru sekitar dua hari yang lalu Dia berbicara kepadaku dengan bahasa yang membesarkan hati. Menghadirkan pasangan hati yang menerangi ruang kebahagiaan. Rerimbunan kesepian yang sempat liar di sini, pelan-pelan terpotong rapi dengan kehadiran cahayanya.

Tapi kini, sekarang, dalam hitungan jenak, Dia lagi-lagi mengingatkanku betapa hidup, sebagaimana kerap didendangkan Gordon Sumner alias kakak Sting, sangatlah rentan. Dalam hitungan helaan nafas, bangunan kesenangan bisa dengan mudah dan gampang, sebagaimana dimaklumi, runtuh menyisakan puing kelaraan. Alasannya; entah!

Bukankah hidup, sebagaimana kerap dinubuatkan para cerdik cendikia tidak akan pernah bisa dengan mudah dimaknai hanya dalam satu kali kehidupan. Kalau saja, kisah mereka, hidup ada gladi resiknya, mungkin nasib kita untuk bersiasat dengan segala jenis kesusahan dan kepedihan cenderung lebih bisa tertahankan. ‘’Tapi hidup hanya sekali nak, jadi apapun maknai dan terima saja,’’ demikian almarhumah ibu kerap menasehatiku, ketika pada sebuah masa, pernah selama sembilan bulan aku berdiam nyaman di kandungannya.

Alharhumah melanjutkan, kau tahu anakku, ilmu yang paling tinggi di bumi ini? Tentu saja aku tidak menjawab atau mendiamkan pertanyaan itu. Aku belum tahu apa-apa waktu itu. Aku tidak ingat apa-apa. Kesaksian bulik dan budeku, adik dan kakak almarhum ibuku, mendiang memang gemar berbicara denganku bahkan ketika aku masih berada di dalam kandungannya. Katanya melanjutkan, ilmu yang paling tinggi untuk menghadapi ketidakjelasan dan ketidakpastian jalan hidup yang tidak akan pernah terbaca yaitu dengan cara, mengikhlaskannya belaka.

Ridlo kuncinya. Dengan menerima keapa-adaanya hidup, maka imbuh almarhum ibu, sepenceritaan bulik dan budeku, seseorang akan cenderung bisa juga melewati ruwet nasibnya. Karena, aku, kau, Anda atau siapapun juga tidak akan pernah benar-benar sampai kepadaNya. Betapapun jenius dan religius orang itu. Tidak akan ada yang benar-benar sampai padaMu. Karena Kau memang tak terpahami, dan hanya diriMu sendiri yang sanggup membaca dan mengerti diriMu. Jadi, sudah sewajarnya aku tidak akan pernah sampai padaMu.

Tapi, ternyata tidak mudah menjadi begitu saja menerima keapaadaan, bahkan berbekal ilmu yang paling tinggi itu: iklhas. Karena keikhlasan membutuhkan konsekwensi, yang sebagaimana dimaklumi banyak orang, tidak ringan sekali. Menerima dengan lapang dada, dengan hati seluas samudra yang mampu menerima aliran kali dari arah mana saja, dan membawa apa saja, hingga kotoran yang paling bangkai, bukanlah perkara mudah dan gampang.

Aku contohnya, atau Anda mungkin. Pasti pernah pada sebuah kesempatan, hatinya berubah menjadi sempit, picik, atau hingga gulita ketika disapa perkara yang tidak akan pernah sampai tercerna akal sehatmu. Karena, hidup tidak cukup mampu dicerna oleh akal yang paling sehat sekalipun. Dia terlalu agung untuk kaubaca dengan bekal akal dan hati yang paling mulia sekalipun. Yang paling jernih dan bersih sekalipun. Atau yang paling mapan sekalipun. Ah, berbicara apa ini aku, menceracau seperti guru kepada muridnya yang paling abai.

Tapi bukankah sebaiknya, setiap orang bertindak sebagai guru dan murid sekaligus kepada orang lain? Bertindak sebagai guru ketika dia membagi ilmu dan kelebihan pengalaman kebijakan, sekaligus menjadi murid ketika bertanya tentang apa saja, ikhwal apa saja, kepada siapa saja? Ah, tapi bukankah aku bukan kamu, kamu bukan aku atau Anda. Setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk bersiasat dan menyiasati hidupnya yang tidak terbaca itu? Tidak akan pernah mampu menbaca jalan hidup, kecuali melakoninya juga tidak mengapa kok.

Tidak akan pernah menjadi apa-apa juga tidak apa-apa.
Lalu harus bagaimana idealnya membaca perkara hidup yang tidak akan pernah benar-benar terbaca, mengeja disain nasib yang sangat acak laksana puzzle rakasasa yang tak terpermaknai itu?

Aku tidak tahu jawabnya. Mungkin tidak akan pernah tahu. Aku hanya ingin menulis saja, mengikuti langkah kata berjalan. Kadang kata bisa membingungkan, kadang menerangkan. Kata, sebagaima didendangkan Robert Plant, kadang mempunyai dwi makna. Atau lebih bahkan. Aku tidak peduli lagi, karena dari sesemak dan belantara kata jualah aku kerap menemukan makna. Makna yang paling gulita sekalipun, tentang apa saja. Bahkan tentang perkara yang paling melarakan dan menjerumuskan sekalipun. Amboi, kata memang luar biasa, meski dalam banyak hal, kata juga bahasa, mengurangi makna. Mendistorsi bahasa air muka dan tubuh yang paling murni dan tak terbohongi.

Mungkin karena itu, kata tidak begitu berguna untuk Tuhan Yang Maha Segala. Kata binasa dihadapannya, musnah, tinggal sejarah. Dan pembicaraan dibangun atas nama kesepahaman hati. Yang tidak punya hati, silakan pergi!

Lalu…
Apakah hanya dengan bermodal hati mampu menjangkau bahasa Tuhan yang gemar bercanda lewat kejadian nasib yang aneh-aneh itu? Silakan Anda jawab sendiri, saya bukan orang hanif yang mampu menerangkan kegelapan menjadi sebuah cahaya. Saya, sebagaiaman kebanyakan Anda, hanya pejalan kehidupan yang mencoba saban hari merayakan hidup dengan cara suka-suka. Seenaknya, dan cenderung mengalir saja.

Atau begini saja, aku akan menukil sebuah cerita dari bangsa Arab. Sebagai sebuah bangsa yang sulit berdamai diantara mereka sendiri, bangsa Arab meyakini; bahwa nasib adalah fakta hidup yang sulit dan harus diterima dengan tegar. Hidup menjadi tidak mungkin bila manusia tidak menerima musibah sebagai sebuah keniscayaan. Jadi, menerima kesenangan dan kesusahan dengan sama baiknya, adalah jalan tengah yang paling adil untuk kita. Kita? Abaikan jika Anda tidak bersepakat dengan saya. Ini hanya main-main.

Padahal hampir pada saat yang bersamaan, sebagaimana kisah yang pernah aku baca, aku lupa pada riwayat apa tepatnya, menyebutkan, hampir mustahil untuk percaya kepada Tuhan YME dan Maha Penyayang, jika pada saat yang bersamaan hidup penuh dengan marabahaya dan nasib yang tidak menentu. Untuk itulah, aku memberontak terhadap takdir yang kejam, dan ingin membuktikan pada kehidupan, bahwa aku dapat hidup dalam lingkungan yang paling mustahil sekalipun. Bahkan dalam kungkungan tragedi nasib yang paling tidak tertanggungkan orang kebanyakan. Karena aku perkasa, maka aku harus bisa dan siap menelan hidup, dengan segala barang bawaannya. Apapun bayarannya.

Jadi, meski aku tidak akan pernah sampai kepadaMu, paling tidak, aku sudah berkelahi dengan berani dan penuh keikhlasan dengan semua suratanMu. Lalu apa yang harus aku takutkan terhadap kehidupan? Kesendirian, kesepian, keterasingan, kepapaan, itu semua tidak akan pernah sanggup menelikungku. Tidak akan pernah.

Saat ini, dengan sedikit bantuan dari Ludwig Van Beethoven dengan Moonlight Sonata-nya dan Black Sabbath dengan Changes-nya, aku berdiam diri, sendiri. Karena, sepemahamanku, kita membutuhkan ruang pribadi dalam hidup, tempat kita untuk istirahat sejenak, untuk memusatkan pikiran dan berpikir menjadi lebih baik. Menjadi lebih baik versiku tentu saja. Bahwa tidak akan pernah sampai aku padaMu, bukan soal lagi. Sembari pelan-pelan aku simak kejenakaan Cab Calloway dengan Minnie the Moocher- nya. Serta dendang kesengauan Bob Dylan lewat House of the Rising Sun. Nikmat sekali.

Dengan begitu, harapku, aku dapat menerima kesempitan dan kelapangan dengan sama baik. Dengan sama adilnya. I love You, Tuhan.

Cibubur, 20/2/09

See, I Can Fly!!!



Oleh Ressa Novita

Gedung ini tidak terlalu tinggi, sekitar 20 lantai. Dan aku sudah berdiri di lantai tertinggi tanpa atap. Lantai pelindung dalam gedung yang selalu kosong tanpa apapun dan siapapun. Hanya aku yang siap mencobanya.

Rumah Sakit ini, tempat bermainku sehari-hari, malah lebih cocok disebut tempat tinggalku selama ini. Ayahku Dokter Bedah, Ibuku Psikolog, kakak perempuan semata wayangku bekerja sebagai perawat yang mendampingi seorang Dokter Muda yang sebentar lagi akan resmi menikahinya. Keluargaku, semuanya, hidup dibawah gedung yang menjulang tak kalah dengan menara-menara di sekitarnya. Tak terkecuali aku.

Sampai di tepi lantai tertinggi, kurentangkan kedua tanganku sejajar dengan bahu. Kubiarkan angin yang berhembus menghempas tubuhku dari ujung rambut hingga ke ujung jari kaki. Sama sekali tidak terasa dingin, seperti yang kurasakan sebelumnya yang seketika akan memaksaku kembali ke kamar. Hangat dan sedikit sejuk malah.

Kuarahkan pandanganku pada sekelompok dara yang melayang tak beraturan di bawah awan, terlihat indah berbenturan dengan biru oranye dari langit siang hari.

Kuhirup udara dalam-dalam yang kian tanpa rasa. Kuanggap saja oksigen yang dimiliki udara itu sedikit banyak telah menyegarkan kembali sekujur tubuh serta pikiranku. Anggap saja begitu.

Kualihkan pandanganku ke bawah. Halaman yang luas tanpa sedikitpun tanah cokelat yang terlihat. Rerumputan dan bunga liar yang semula sengaja ditanam itu, telah memenuhi halaman tanpa cacat sedikitpun. Cantik sekali.

Tapi mungkin sakit kalau tubuh manusia dibenturkan disana. Yah, tempat itu tujuanku selanjutnya “jika” aku gagal untuk percobaanku yang pertama ini. Mudah-mudahan saja tidak akan terasa apa-apa.

Kulemparkan tubuhku dengan segenap tekad dan keberanian untuk dapat melewati pembatas gedung yang berukuran kurang dari setengah meter itu.

“Aku Terbang!!!” teriakku tanpa bisa mengendalikan rasa gembira bercampur haru yang ada.

Aku menukik lambat ke bawah. Saking lambatnya, aku bingung harus berpikir apa.

Ah, aku gagal lagi! Seharusnya kalau terbang itu ke atas, kalau ke bawah ini namanya jatuh. Ah, aku jatuh! Bagaimana ini?!

Sedikit muncul rasa takut, tiba-tiba. Kupejamkan kedua belah mataku, pasrah. Aku akan berakhir pasti.

Huh, padahal ini impian yang telah lama kupendam. Impian yang hanya sebatas impian dalam malam ketika aku mulai kehilangan kemampuanku untuk melangkah. Aku tidak bisa melangkah secara tiba-tiba diusiaku yang beranjak remaja! Kedua kakiku lumpuh! Bagaimana mungkin aku melompat untuk belajar terbang?!

Haha! Kamu seperti anak burung dara!

Seseorang pernah mengejekku demikian, setiap kali aku mengungkapkan keinginanku yang tak masuk akal ini. Sekarang aku baru sadar, bagaimanapun memang tidak bisa.

Tiba-tiba aku merasakan hangat mengalir dalam darahku. Aku berhenti terjatuh akibat gravitasi bumi.

“Perjalananmu menyenangkan, Nona?!” suara yang begitu kukenal memaksaku membuka mata.

“Yoga?!”

Ternyata aku sudah berada di antara kedua tangan Yoga. Tapi, bagaimana caranya ia menangkap tubuhku yang melayang jatuh dari lantai 20 ?!

“Oh, ternyata aku kejatuhan malaikat yang mencoba bunuh diri. Tidak punya sayap. Pantas frustasi. Tapi, kok bisa pas jatuh disini yah! Seharusnya jatuh di sungai, biar langsung di makan buaya!” ocehnya kesal melihat tingkahku.

“Yoga turunin, donk!”

Tanpa banyak tanya lagi, ia menurunkanku duduk di atas rumput yang basah karena gerimis beberapa waktu yang lalu.

“Kok, kamu ringan banget sich?! Tidak punya dosa ya?! Hah, untung saja aku kebetulan lewat dan melihatmu terjun dari atap gedung dan berhasil menangkapmu. Bagaimana kalau tidak?! Sebenarnya apa sich yang kamu inginkan?! Terbang?! Aku kan sudah bilang itu tidak mungkin! Lho?! Lho?! Kamu kok tiba-tiba menangis?!”

“Ka…Kamu sudah sembuh Yoga?!” tanyaku. Kedua tanganku berusaha menggapai wajahnya yang terlihat makin memerah, reaksi dari kondisi tubuhnya yang mulai membaik.

“Entahlah, mukjizat mungkin?! Ada wanita yang berpesan agar jantungnya didonorkan padaku untuk dicangkokkan ke tubuhku jika ia meninggal nanti. Eh, tiba-tiba wanita itu meninggal. Kasihan padahal usianya masih sangat muda. Tapi, berkat wanita itu aku tidak jadi mati deh. Sekarang pasti dia sudah beristirahat dengan tenang! Semoga Tuhan Yang Maha Esa menerimanya disisiNya! Eh, Nadia?!”

“Apa?!”

“Aku harus nyanyi lagu apa agar kamu berhenti menangis?!”

“Tidak ada! Aku mual jika mendengar nyanyianmu, sungguh. Aku hanya terlalu senang, aku kira aku tidak bisa melihatmu lagi. Aku kira, aku akan kehilangan kamu. Aku kira, aku akan sendirian lagi disini. Aku kira, …”

“Aku kira juga begitu! Tapi, seperti semangat yang pernah kamu ucapkan padaku. Tuhan pasti beri jalan!”

“Haha, syukurlah!”

“Kalau begitu, berhentilah menangis!” ucapnya sambil menyeka airmata di wajahku dengan jemarinya.

“Tidak bisa. Aku sudah kehilangan semangat itu. Tuhan tidak memberikan jalan pada keputusasaanku. Aku tidak bisa terbang! Aku sudah mencoba lompat dari lantai tertinggi, tapi aku tetap tidak bisa terbang. Padahal kan aku…” aku segera menghentikan kata-kataku, begitu aku sadar ada yang tidak perlu ia ketahui saat ini. “Aku ingin sekali terbang!”

“Aku kan sudah bilang itu tidak mungkin! Manusia tidak punya sayap! Kalau aku sudah sehat betul dan kamu sudah bisa berjalan lagi, aku akan ajak kamu terbang naik parasut, bagaimana?!”

“Aku tidak mungkin sembuh! Lagipula aku tidak ingin terbang pakai alat bantu apapun!”

“Dasar keras kepala! Ya sudah, aku kedalam dulu mengambil kursi rodamu! Atau kamu mau aku ngendong ke dalam?! Tapi, lantai 14 itu jauh lho! Kalau lift nya rusak bagaimana?!”

“Jangan banyak alasan! Kamu memang malas mengendongku kan?!”

“Yah, aku kan lagi masa penyembuhan!”

“Sudah, pergi sana! Dan jangan pake lama!”

Kutatap kepergiannya dengan sisa airmataku. Mungkin kamu akan kecewa jika nanti kamu kembali dengan kursi rodaku, Yoga. Atau kamu malah bangga.

Perlahan aku gerakan sendi-sendi kakiku yang semula sengaja kudiamkan. Aku berdiri tegak untuk melangkah ke halaman belakang yang lebih luas. Disana banyak pohon besar, aku akan coba terbang dari sana. Siapa tahu berhasil!

Yoga, kekasihku! Aku akan memperlihatkan padamu, kalau aku benar-benar bisa terbang! Memang aku butuh waktu untuk itu! Tadi Rara bilang begitu sebelum meninggalkanku.

“Nadia!!! Nadia!!! Nadia!!!”

Ah, aku belum menemukan pohon yang cocok. Kenapa Yoga sudah kembali?!

“Nadia… Apa maksud semua ini?! Jelaskan padaku?!”

Kulihat Yoga berlari kearahku. Ia menggendong tubuh seorang gadis, tubuhku, tubuh yang tak lagi bernyawa.

“Jangan mendekat!!!”

Yoga berhenti dan membaringkan tubuhku di bangku taman yang ada di dekatnya.

“Kamu masih bisa kembali ke tubuh ini kan, Nadia?!”

Aku menggeleng lemah.

“Aku akan cari orang pintar yang bisa menggembalikanmu masuk ke tubuhmu”

Aku kembali menggeleng, kali ini dengan airmata yang membanjiri wajahku.

“Aku sudah tidak punya jantung! Apapun cara yang kamu lakukan, aku sudah mati! Aku juga tidak mengerti kenapa kamu bisa menyentuh raga halus ini. Tapi aku benar-benar sudah mati! Tadi aku menggorok nadiku dengan pisau di depan kamarmu. Agar jika mereka menemukan mayatku, mereka bisa menggunakan jantungku untuk menyelamatkanmu”

“Tapi, kenapa Nadia?! Kenapa kamu lakukan ini?!”

“Aku berhutang banyak tawa padamu, Yoga! Kamu telah memberikan nyawa yang tak terhitung jumlahnya. Jantung yang aku berikan tidak ada apa-apanya! Aku mengaku ingin sekali terbang, itu hanya sekedar harapan kecil. Tiap kali aku naik ke atap gedung, aku hanya ingin melompat untuk mengakhiri semuanya. Karena, apa gunaku?! Berdiri saja aku tidak bisa. Tapi sejak aku bertemu kamu, aku malah kasihan pada diriku sendiri, kamu bilang aku seperti anak burung dara yang berusaha terbang, kamu bilang kamu bersedia menjadi indukku untuk mengajariku terbang, setelah itu kamu mengejekku lagi. Aku kasihan pada diriku sendiri. Setiap saat kamu memberiku semangat agar jangan pernah menyerah, padahal aku tahu kamu sama halnya dengan anak burung dara yang tidak bisa terbang itu. Malah lebih dari itu, kamu anak burung dara yang sudah sekarat. Tapi kamu malah memberiku semangat yang begitu besar. Kamu menghiasi hari-hari yang semula kuanggap tanpa arti. Kamu malaikatku, karena itu aku tidak akan membiarkan malaikatku mati. 3 tahun bersama mu begitu singkat, tapi juga begitu indah. Kuharap kamu tidak akan pernah lupa, kalau kamu pernah melamarku untuk menjadi istrimu. Kamu juga jangan melepas cincin pertunangan ini dari tubuhku ya, aku mau membawa cincin ini ke surga”

“Nadia, kamu ngomong apa sih?! Aku tidak mengijinkan kamu pergi! Tidak akan pernah!!!”

“Nadia! Bagaimana kamu sudah bisa terbang?!” tiba-tiba Rara muncul disampingku. Dia malaikat yang akan mengantarku ke alam baka.

Aku menggeleng pelan padanya.

“Tentu saja karena aku belum memberikan sayap roh padamu”

Malaikat yang sedikit humoris itu tertawa terbahak-bahak karena merasa sudah membuatku melompat dari gedung 20 lantai itu.

“Rara, tadi aku hampir terjatuh!” protesku setengah berbisik pada Rara.

“Kamu tidak perlu lagi naik ke atap gedung atau ke atas pohon untuk terbang!”

Rara menempelkan sebuah sinar putih dari tangannya ke punggungku.

“Sudah bisa digunakan?!”

“Kamu bisa coba sekarang!” usul Rara sambil menepuk-nepuk punggungku.

Seketika sepasang sayap putih besar tumbuh dipunggungku. Mengepak-ngepak siap untuk diterbangkan.

“Ini benar-benar sayap?!” tanyaku tak percaya.

“Sayap yang akan membawamu terbang meninggalkan dunia ini” jawab Rara.

“Yoga, kamu harus lihat aku terbang!”

“Tidak! Kalau kamu terbang, itu artinya kamu tidak akan kembali lagi!”

“Tentu saja aku tidak akan kembali. Tapi, kamu harus lihat aku terbang! Pokoknya aku tidak ijinkan kamu menutup mata!”

“Nadia, sudah waktunya kita pergi! Lihatlah cahaya di atas sana!” perintah Rara.

Aku mengikuti perintah Rara untuk melihat cahaya di atas kepalaku. Perlahan sayap maya di punggungku mengepak cepat. Raga halusku terbang bersamanya. Aku terbang!

“Yoga, aku bisa terbang!”

“Nadia, jangan pergi! Aku mohon! Aku mencintaimu! Jadi jangan pergi!”

“Yoga, aku terbang untukmu… Kamu lihatkan! Kamu cukup membalasnya dengan menjaga jantungku. Aku akan mencekikmu dari alam baka kalau kamu berani merusaknya!” ucapku tanpa sanggup menjaga bendungan airmata. “Yoga, aku mencintaimu! Aku ingin kamu tahu, aku akan selalu mencintaimu. Aku tidak akan melupakan kebahagiaan yang kamu berikan padaku selama ini! Kamu juga tidak boleh lupa!” teriakku untuk terakhir kalinya.

Aku melayang semakin tinggi. Kehilangan sosok Yoga juga suaranya yang memanggilku dengan airmata. Sayap-sayapku membawaku menembus cahaya langit itu. Aku harap disa

Perempuan Cantik Itu Tersenyum Kepadaku

Cerpen Dodiek Adyttya Dwiwanto

Minggu siang ini aku kembali ke sini. Kembali ke tempat ini lagi. Sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Semanggi. Lebih spesifiknya food court di plaza ini.

Entahlah di lantai berapa. Sudah tidak terhitung aku ke sini tetapi tetap saja aku selalu nyasar, kehilangan arah di tempat yang menurutku tidak beres tata letaknya. Mungkin arsitek yang merancang tata letak tempat ini baru lulus kuliah hingga membuat orang-orang termasuk diriku selalu tersesat. Dan hari ini aku datang lagi ke tempat itu. Seperti juga sebulan yang lalu. Dua bulan yang lampau. Setahun yang silam. Dan seperti yang sudah-sudah, aku tersesat.

Minggu siang ini aku kembali lagi ke sini. Bertemu dengan orang-orang yang sama. Teman-teman lama. Kawan-kawan saat masih kuliah di Yogyakarta dulu. Ya, semacam reuni, kumpul-kumpul, temu kangen, silaturahmi, kongkow-kongkow, ya, terserahlah mau dinamakan apa tetapi ya, begitu, deh, nostalgia mengenang masa lalu.
Udah di mana? Teman-teman udah pada kumpul, nih.

Sebuah pesan pendek alias sms masuk ke telepon selulerku. Aku melangkahkan masuk ke plaza ini. Malas mulai menyergapku.
Tempat yang sama?
Jam yang sama?
Orang yang sama?
Obrolan yang sama?
Sialan!
Setelah tersesat seperti biasanya, aku menemukan food court. Terlihat seorang temanku melambaikan tangannya dari kejauhan. Aku membalasnya.
Gila atau apa orang-orang ini, ya?!
Masak harus bertemu di tempat dan waktu yang sama! Dan aku bisa menebak kalau obrolannya juga tidak jauh berbeda dengan yang dulu. Hmm, mungkin bisa saja terjadi, ‘kan orangnya juga sama. Bodoh sekali aku ini! Aku menepuk dahiku sendiri.
Sial!
Aku mendekati kerumunan meja sahabat-sahabat lamaku. Baru ada enam orang yang datang. Aku menyalami mereka satu persatu dan baru kemudian duduk. Lantaran baru datang, aku hanya menyimak saja obrolan mereka.
Sial!

Mereka tengah membicarakan masalah pekerjaan! Memang nggak ada kesempatan lain untuk bicara masalah kantor? Dimarahi boss, bawahan yang bodoh, rekan sekerja yang suka mencuri ide, flirting sama karyawan baru, selingkuh dengan sekretaris bos yang bahenol, kolusi dengan klien, gaji yang nggak naik-naik, promosi yang telat, atau bonus yang tidak kunjung dibayar selalu jadi bahan pembicaraan.

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Sebulan yang lalu mereka membicarakan hal ini. Dua bulan yang lalu juga. Setahun yang silam juga. Lho, kok, sekarang masih membicarakan hal ini? Apa nggak ada baiknya ngomongin yang up to date. Entah itu masalah politik ekonomi sosial budaya deh. ‘Kan banyak, tuh, kenapa sih Noordin Moh Top susah banget ditangkapnya. Kenapa Gunawan Santoso bisa kabur dari Cipinang padahal ia bukan tukang sulap sekelas David Copperfield. Atau mungkin nggak almarhum Pramoedya Ananta Toer dapat hadiah Nobel? Atau kenapa sih Indonesia terkena bencana melulu? Tsunami, gempa, banjir, kecelakaan alat transportasi selalu jadi langganan?
Sial!

Aku hanya mendengarkan celotehan keenam sahabat lamaku ini. Sejatinya, tidak apa-apa sih mengenang masa lalu. Banyak yang indah, seru, lucu, bikin kangen, atau malah nyebelin. Tapi kalau tiap waktu dibicarakan, ya, bosan juga ‘kan?
Aku masih mendengarkan keenam orang ini berbicara. Aku hanya mendengarkan saja. Mau ngapain, ya?

Aku melihat ke arah meja. Hmm, penuh dengan makanan dan minuman. Masing-masing telah memesan. Wah, mungkin ini waktu yang tepat untuk melarikan diri sejenak dari obrolan nostalgia ini.

Aku beranjak pamit untuk memesan makanan. Wah, lega rasanya.

Sengaja aku berputar-putar dulu. Menghabiskan waktu. Aku menuju sebuah gerai yang cukup jauh agar bisa waktu makin lama terbuang. Padahal sebenarnya aku hanya memesan orange juice dan french fries saja. Nafsu makanku sudah hilang sejak tadi. Makanan kecil ini hanya menjadi teman saja, seolah-olah menjadi pendengar setia padahal sejatinya pikiranku malah melayang ke mana-mana.
Hampir 15 menit aku berkelana hanya untuk segelas orange juice dan seporsi kecil french fries. Akhirnya, aku kembali lagi ke meja tempat sahabat-sahabat lamaku berkumpul.

Sekarang sudah ada delapan orang lagi yang datang. Total ada 15 orang yang hadir. Orang-orang yang sama, di tempat yang sama, tidak salah lagi kalau membicarakan masalah yang sama!
Sial!

Kini, mereka tengah membicarakan Sandra, si kembang kampus. Mati gue. Aku langsung menepuk dahiku. Not the same story again, please!

Mengulas kembali Sandra sama saja membicarakan diriku pada akhirnya. Sandra adalah perempuan yang paling cantik, bahenol, dan kayaraya di seantero kampus. Kebetulan aku, Sandra dan sederetan orang yang doyan bernostalgia ini memang satu jurusan. Hampir semua orang, entah itu lelaki atau perempuan, mengakui kalau Sandra memiliki sex appeal yang sangat tinggi. Makanya, banyak mahasiswa dari lain jurusan, lain fakultas hingga lain universitas jatuh cinta atau malah nafsu ingin melihat Sandra.

Namun, tidak banyak yang tahu kalau di balik kecantikan dan keseksian Sandra, ia ternyata seorang yang maniak seks! Kalau melakukannya dengan pasangan alias pacarnya ya wajar-wajar saja ‘kan? Tapi Sandra lain! Ia suka melakukan one night stand alias kencan buta semalam. Saat clubbing, ia selalu mengajak siapa saja untuk diajak bercinta sampai pagi!

Teman-teman satu jurusan tidak ada yang mengetahui hal ini sampai suatu saat ada yang membuka masalah ini. Bodohnya lagi Sandra tidak malu-malu untuk mengakuinya. Gonta ganti pasangan membuat Sandra akhirnya kebobolan juga. Penyakit menular seksual memang tidak didapatnya tapi malah janin yang bersemayam di rahimnya.

Karuan saja, semua teman-temanku kaget, siapa ayah si jabang bayi? Semua orang yang pernah dekat dengan Sandra menjadi “tersangka” termasuk aku. Apalagi sebelum ketahuan hamil di luar nikah, Sandra dekat sekali denganku. Walaupun kemudian ada seseorang lelaki yang mau bertanggungjawab tetapi tetap saja banyak yang menyangka, ups salah, menuduh aku juga ikutan dalam “arisan nasional” meniduri Sandra!
Sialan!

Aku hanya pernah sempat menciumnya saja. Itu pun buatku hambar. Kok, nggak ada rasanya. Datar gitu deh. Begitu juga dengan Sandra yang menganggap ciumanku aneh. Kadangkala terbersit juga penyesalan, kenapa juga Sandra tidak mengajakku untuk bobo bareng, ya? Aku penasaran dengan gaya bercintanya di atas ranjang.
Sial!

Sekarang mereka semua memperolok diriku yang apes tidak pernah kunjung dapat mencicipi tubuh sintal dan mulus milik Sandra!
Sial!

Dari topik Sandra, mereka ganti bahan pembicaraan. Sekarang mereka sedang mengenang para dosen di kampus. Yang galak masih saja mendapat sumpah serapah. Yang pelit memberikan nilai juga mendapat salam dari para penghuni Kebun Binatang Ragunan.

Aku hanya mendengarkan saja. Aku makin bosan dengan cerita-cerita ini. Aku melihat sekelilingku. Semua meja terisi penuh. Masing-masing dengan kelompok dan gayanya masing-masing. Ada sekumpulan ABG yang duduk di sebelah meja kami. Ada satu keluarga besar yang duduk di pojokan sana. Ada juga sekumpulan orang-orang seusia aku dan teman-temanku.

Eits, ada pemandangan menarik tepat saat aku balik memandang ke depan. Empat orang berkumpul, salah satunya perempuan cantik bermata sendu. Ia duduk menghadap ke arahku. Aku dan dia sama-sama saling berpandangan. Aku tersenyum dan dia balik membalasnya.

Aku memperhatikan ketiga lelaki selain perempuan cantik bermata sendu itu. Hmm, salah satu lelaki tersebut pasti pasangan perempuan itu. Bisa jadi suami tapi aku yakin mereka masih berpacaran. Dari gerak gerik keduanya, aku bisa memastikan kalau mereka memang sepasang kekasih.

Ketiga lelaki itu berbicara sambil menyantap makan siang mereka. Hanya perempuan cantik bermata sendu itu saja yang tidak bicara. Ia hanya bicara sesekali dan makan dengan tenang sekali. Sesekali perempuan cantik bermata sendu itu melemparkan pandangan ke arah lain. Entah melihat sekeliling yang penuh dengan orang-orang. Tapi tidak jarang ia melihat ke arah jendela. Apalagi terlihat jelas di jendela kalau hujan turun dengan derasnya. Langit Jakarta gelap ditutupi awan. Gedung-gedung pencakar langit basah diguyur air hujan. Sesekali kilat menyambar dan suaranya terdengar sangat menggelegar.

Aku terus memperhatikan perempuan cantik bermata sendu itu.
Aku yakin ia bosan dengan apa yang dibicarakan oleh pasangannya dan kedua temannya itu. Sedangkan aku sendiri bosan dengan obrolan sahabat-sahabatku yang doyan mengenang masa lalu.

Perempuan cantik bermata sendu itu kemudian melihat ke arahku. Aku dan dia saling berpandangan. Ia tersenyum dan aku balik membalas senyuman manisnya yang penuh sejuta pesona.

Sejenak, aku pura-pura tidak melihatnya dan hanya mencuri-curi pandang saja. Sekilas, perempuan cantik bermata sendu itu mulai memperhatikan diriku. Mungkin ia menyadari kalau aku tidak comfort dengan obrolan orang-orang sekelilingku. Aku bisa memprediksikan ini karena sebaliknya ia juga tidak nyaman dengan obrolan orang-orang sekelilingnya.
Hmm, klop kan?

Dari topik dosen-dosen yang killer, para sahabat lamaku ini berganti topik pembicaraan menjadi masalah demonstrasi mahasiswa. Kebetulan, saat reformasi 1998, aku dan kawan-kawanku aktif ikut berdemo. Dan, kini, mereka membahasnya kembali. Tapi lucu juganya, mereka jumawa dan sombong karena bisa menumbangkan rezim Soeharto, tetapi mereka tidak berdaya saat berhadapan dengan dosen killer dan mereka juga tidak punya bargaining position saat berhadapan dengan para atasan di kantor. Absurd!

Aku makin bosan dengan topik-topik yang dibahasnya. Sialnya lagi french fries-ku habis dan orange juice tinggal sepertiga saja isinya. Aku ingin mencari makanan dan minuman tambahan, tapi aku malas untuk melangkahkan kaki. Apalagi food court ini makin ramai saja. Ah, kenapa juga aku tidak memperhatikan perempuan cantik bermata sendu itu lagi.

Saat aku mulai memperhatikan perempuan cantik bermata sendu itu, ia dan ketiga teman laki-lakinya seperti hendak berkemas-kemas untuk pergi. Ah, secepat itukah aku harus kehilangan dirimu, wahai perempuan cantik bermata sendu? Aku belum sempat mengenal dirimu. Aku baru bisa menikmati senyum manismu yang menawan.
Benar saja dugaanku. Perempuan cantik bermata sendu itu bersama ketiga teman lelakinya beranjak pergi. Sebelum pergi, tanpa sepengetahuan pasangannya perempuan cantik bermata sendu itu kembali tersenyum padaku. Ah, senyum terakhir sebelum aku mati kaku dalam obrolan membosankan bersama sahabat-sahabatku.

Food Court Plaza Semanggi, Jakarta, 5 Maret 2006 – Tebet, Jakarta Selatan, 10 Mei 2006